---

---
Karena Langit Tidak Perlu Menjelaskan Bahwa Dirinya Tingggi :)))

Kamis, 18 September 2014

KEBODOHAN EPISODE KE-2 !



“Allahuakbar, Allahuakbar”

Gue, kakak ipar gue, dan salah satu petugas tukang gali kubur sudah berada di liang lahat untuk menyambut  jasad Ayah gue yang pada tanggal 24-desember 2012 jam 16.25 WITA, tepat 10 detik setelah gue menutup pintu kamar di mana beliau di rawat, beliau meninggal.

“Asyahdu ala ila ha ilallah” 2x

Jasad beliau sudah berada di ketiga tangan kami yang sudah bersiap dari tadi untuk menempatkan beliau ke peristirahatan nya yang terakhir. Kami harus berjuang melawan “ketidak enakan” akan bau tanah liat yang lumayan menyengat.

“Asyhadu ana muhammadarasulullah” 2x

Kami bertiga mulai menurunkan jasad beliau ke tempat peristirahatan terkahir beliau.

“haya ala shalah” 2x

Setelah diturunkan, jasad beliau dimiringkan ke kanan dan di belakang nya di ganjal tanah yang di keraskan agar mayit nya tidak terguling.

“haya alal falah” 2x

Tali pocong nya sudah di lepas satu persatu, sekarang selesai sudah tugas gue sebagai anak untuk memberikan penghormatan terakhir.

“allahuakbar, allahuakbar”

Tanah yang berwarna merah tersebut mulai di gugurkan ke jasad beliau, sedikit demi sedikit.

“la ila ha ilallah”
Setelah tertutup tanah semuanya, para penggali kubur langsung membantu untuk memasang nisan yang tertulis “h. Busyar Syahran. Wafat : 24-12-2012”.
 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beberapa hari setelah meninggalnya ibu gue, tiba-tiba ayah gue mendadak berubah drastis perilaku nya, banyak yang ga bisa di ceritain disini, ya mungkin salah satunya adalah munculnya gejala Kepikunan.

“dayat, ibu mana?”

Hati gue teriris. Sungguh, gue ga tega jawabnya. Takut beliau nangis, pertanyaan beliau ga gue jawab. Gue pura-pura ga dengar dan beranjak dari ruang tamu menuju dapur. Dan ternyata ayah ngikutin gue, dan dia sekali lagi nanya.

“dayat, ibu tadi kemana?”

Gue, dengan hati yang masih teriris, dengan lirih menjawab

“ibu sudah meninggal yah. Ayah tau kok, ayah kemaren ikut antar jenazah ibu ke pemakaman. Keluarga ayah juga datang kok ke Banjarmasin”

“hah? Masa iya?” kata ayah gue. Gue yakin beliau sudah pikun.

“iyaaaa yah. Kemaren ayah juga ada di depan jenazah ibu terus duduk.” Kata gue, belum sempat beliau menjawab. Gue langsung pergi meninggalkan ayah gue yang kebingungan.

H. Busyar Syahran. Dia adalah ayah gue, ayah yang sangat pendiam. Tapi sekali dia marah, seakan akan langit itu akan runtuh.. wetseh lebay amat. Tapi serius, beliau adalah makhluk paling pendiam yang pernah gue temuin, semenjak beliau kecelakaan parah (sekitar tahun 2006) beliau sudah mulai agak sakit-sakitan gitu.. ya maklum umur beliau meninggal aja kalo ga salah 64 tahun. Beliau pensiunan PNS, nikahin ibu gue pada saat ibu gue masih kelas 3 smp.. brondong yah hahahahaha.

Nah, ini kan judul nya “Kebodohan Episode Kedua” kan yah? Bodoh nya dimana? Ini nih.

Ayah gue. Selain pendiam, dialah orang yang paling sabar dalam menghadapi gue. Disaat ibu gue sudah meninggal, penyesalan gue terhadap ibu ternyata ga ngaruh sama ayah. Gue tetep ngelakuin hal bodoh. Misalkan pulang larut malam, ngeroko, minum-minuman keras (ingat, itu dulu! Sekarang gue udah bersih bo.) bahkan disaat ingatan ayah gue lagi memudar nya, gue sempat-sempat nya ngebohongin ayah gue.

Kan gue minta duit cuman 20 ribu doang buat isi pulsa, terus ayah gue ngeluarin isi yang ada dalam kantong celana nya.. terus dia ngeluarin uang 10 ribu sama 100 ribu.. dan beliau nanya.

“segini cukup yat?”

“iya. Cukup bah.” Memang, yang ditanyakan beliau itu bukan lah “berapa” tetapi “cukup gak” ?. kalau gue ngejawab iya kan sebenarnya gak masalah yah. Tapi gue ngerasa berdosa banget, asli. 

Kalau nginget kejadian itu air mata gue bisa netes sendiri.
 
Apakah tuhan bakalan memaafkan gue ya? Karena ridho allah adalah ridho orang tua, semoga ayah me-ridhokan perbuatan gue dulu. Amin.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Skip ke tanggal 23 desember 2014 (langsung ke point nya aja ya, masalahnya ada hal-hal yang gak bisa gue ceritain disini. Kalau mau tahu lebih lanjut silahkan hubungi gue lewat bm/sms aja, ga usah sungkan :) )

Tanggal 23 desember 2012. Hari itu adalah bertepatan dengan ulang tahun sahabat cantik gue Andriana Deswanti. Gue ijin sama kaka-kaka gue yang menjaga beliau di rumah sakit (oh iya btw ayah gue sakit ISPA sama Darah tinggi, komplikasi gitu.) dan di bolehin, ketika gue sampai di tempat pesta nya andriana. Gue masih ga ngerasa hal-hal yang janggal. Dan ketika sudah selesai, andriana ngajak gue karokean bareng-bareng. Awalnya sih gue ngikut aja, ketika gue sudah sampai di tempat karoke gue di sms kaka gue dan isi smsnya seperti ini.

“yat, kaka mau pulang bentar, kamu cepetan ke sini sekalian temenin amang isik baru datang.”

Gue langsung pamit sama temen-temen dan  andriana, ketika gue sampai di rumah sakit, menurut gue kondisi ayah gue kok tambah parah yah. Beliau persis sekali kondisi nya seperti ibu gue dulu, bahkan, ruangan tempat nginap nya sama, lantai nya sama, kamar nya pun persis berdampingan, seolah-olah dejavu.

Terus, gue berniat nge sms temen temen gue.

“raf, tolong jenguk dong orang tua gue. Gapapa deh kalau ini yang terakhir.” Kata gue pasrah

“iya yat, tapi mungkin kami selasa baru bisa jenguk, soalnya kami besok sibuk” hari itu hari minggu, berarti dua hari lagi. ah gapapa lah.

Karena bukan gilirannya untuk nemenin ayah gue tidur, setelah habis isya gue langsung pulang.

(24-12-2012.)

Pagi-pagi sekali, karena gue ga ada kerjaan, setelah selesai shalat subuh, gue langsung bersiap-siap menuju ke makam Ibu gue di Martapura (sekitar 1jam 30 kalo dari Banjarmasin.) Seperti biasa, kalau misalkan gue sendirian ke makam, pagi nya gue selalu nyempatin buat makan Nasi Itik Gambut.

Skip.

Saat gue sampai Makam, seperti biasa lah rutinitas kalau jiarah ke makam, bedanya gue cuman sendiri doang ko. Ga basa-basi setelah selesai do ague langsung cium nisan ibu gue dan langsung beranjak menuju ke tempat kendaraan gue di parkiran depan mushalla. Dan gue langsung tancap gas meninggalkan makan.

Di perjalanan pulang. Gue ga pernah ada firasat buruk apapun tentang ayah gue, se titik pun ga ada bahwa ayah gue meninggal pada hari itu. Sumpah, terpikir beliau sakratul maut pun tidak. Namun ketika gue sudah sampai di rumah, kok perasaan gue ada yg ngeganjal gitu yah, tapi saat itu gue tidak berpikir hal yang buruk apapun terhadap ayah gue. Cuman ada perasaan hati yang ngeganjel gitu aja.

-16.23 WITA bertempat di RSUD Ulin.-

“yat, cepetan ke sekolah, ayo kita main basket rame-rame” gue mendapatkan sms dari salah satu teman gue, ya memang gue tujuan nya mau ke sekolah tapi gue sempetin dulu ke rumah sakit.

“bah, ulun ke sekolah lah, kena ulun ke sini lagi.”

Gue tau ayah gue ga bisa ngomong apapun, bahkan gerak pun ga bisa. Tapi sebelum gue berangkat, gue ngeliat  kayanya ayah gue itu mau ngomong sesuatu cuman beliau ga bisa. Dan sekali lagi gue ga ada perasaan buruk apapun terhadap ayah gue. Ga selang berapa lama beliau tiba-tiba seolah memberi isyarat mengangguk tanda setuju. Dan gue mencium kening ayah gue, setelah itu gue langsung keluar kamar untuk menuju parkiran di lantai dasar.

Gue langsung menuju counter pulsa buat beli pulsa, karena gue ga ada pulsa buat ngebalas sms temen gue tadi. Pas gue ngambil hape di kantong, gue liat pemberitauan “3 panggilan tak terjawab” setelah gue liat ternyata kaka gue yang nelpon, yaudah kata gue paling dia nitip sesuatu. Kendaraan gue terus berjalaan sekitar 10 meter kaka gue nelpon lagi, terus di berkata seperti ini.

“dayat, cepat kembali ke rsud. Ini Abah nah.” Kata kaka gue dengan nada datar, gue gugup. Tapi gue ga mau su’udzon dulu bahwa ayah gue sudah meninggal. Gue putar balik stang kendaraannya, gue ga mau cepet-cepet, santai aja jalannya ke rsud tersebut. Ketika sampai di rsud ulin dan kejadiannya persis kaya gue mau masuk ke kamar Ibu gue dahulu, cuman bedanya orang ga ada di luar.

Ketika gue intip di jendela.


Seluruh tubuh ayah gue sudah di selimuti kain putih, beliau meninggal dunia, tepat 10 detik ketika gue tutup pintu kamar mau menuju ke sekolah.

“inalillahi wainailaihi ro’jiun” kata gue simple, nangis nggak, sedih nggak juga. Datar aja gitu, karena memang gue ga merasa terlalu kehilangan, beliau aja juga ga terlalu perduli sama gue. Tapi ada sedikit perasaan sedih sih, dikit tapi.

Gue langsung meng-infokan ke temen-temen gue semua nya bahwa gue ga jadi ke sekolahan karena Ayah gue meninggal.

Ketika gue udah sampai di rumah, teman-teman gue berbondong-bondong ke rumah gue, kali ini tambah banyak ketimbang kemaren. Yang harusnya rumah gue itu tempat berduka, eh gue malah asik ketawa-ketiwi sampai malam di depan rumah kakek gue (samping rumah gue.) disitu ada temen cowo, cewe, guru gue, dia mau menghibur gue dengan kisah-kisah yang belum gue tau sebelumnya. 

Gue cukup terhibur dan sedikit terlupakan kesedihan akan Ayah gue.

Oh iya, karena itu sudah terlalu sore untuk dimakamkan, maka kaka-kaka, gue, dan keluarga ayah setuju untuk memakamkan nya di besok hari, tanggal 25-12-12. Yap, tepat pada hari natal.

Keesokan harinya, teman-teman gue pada berbondong-bondong lagi mendatangi rumah gue, sumpah. 

Kali ini gue terharu, gue baru ngerasa, mereka lah yang benar-benar perduli terhadap gue, bukan yg sekedar datang kalo gue punya uang (ada temen gue kaya gitu.) tapi memang, gue belum pernah menangisi beliau, mata gue bengkak itu cuman karena kurang tidur, bukan karena air mata.

Do’a do’a untuk rukun mayat sudah di mulai. Kan pertama di mandiin tuh, nah kebetulan cuman gue anak cowo satu-satunya kan. Makanya gue disuruh buat mandiin beliau, pikir gue gapapalah beliau kan ayah gue, ngapain gue takut.

Pas gue mandiin, pertama biasa aja. Tiba – tiba hati gue merasakan sesuat yang aneh, gue ko ngeliat muka ayah gue gitu rasa enak banget yah, dan, hati gue teriris seketika ketika teringat sesuatu. Yaitu gue inget, ketika gue dulu pulang malam, di saat ayah yang lain marahin anak nya pulang sampai jam 1 pagi, ayah gue, dengan ikhlas, beliau tiduran di ruang tamu, nunggu gue datang, dan setelah gue datang, beliau selalu mengatakan “nak, ayah tidur ya.”

Tiba – tiba air mata gue mengalir deras, gue langsung disuruh keluar dari tempat pemandian. Diluar, tangisan gue malah tambah keras, sekeras-kerasnya. Gue merasa bersalah banget, gue menyesal sejadi jadinya kenapa gue dulu memperlakukan ayah gue seperti itu. Gue tau ibu gue yang selalu nyiapin gue makan, tapi di samping itu, gue juga tahu bahwa ayah gue lah yang mengingatkan ibu gue “dayat sudah makan?”. Gue tahu, ibu gue lah yang selalu marahin gue ketika pulang malam telat, tapi gue juga tahu bahwa ayah gue lah yang selalu bilang “Udah biar ayah yang nungguin”. Gue tahu, ibu gue lah yang selalu marahin gue ketika dapat nilai rapor jelek, tetapi gue juga tahu ayah gue lah yang selalu bilang “jangan terlalu keras kalo menasihati anak ya bu!”.

Gue hampir bisa dikatan ngamuk. Gue nangis sejadi-jadinya, lebih parah dari ibu gue sebelumnya. Dan kata – kata gue meracau sejadi jadinya.

“ayaahh…. Aku menyesal, ARGGGHHHH!!!!!!!!!!!!! Maafkan aku. Aku ga bisa ngejaga ayah”

“tolong aku ka, aku sekarang sudah yatim piatu, aku ga punya orang tua lagi” gue berteriak disaat yang lain sudah membaca tahlil. Dan kaka nya Ayah gue datang untuk membujuk gue agar nggak menangis lagi. sekitar  15 menit, tangisan gue reda.

Tidak lama setelah itu gue ngambil air wudhu, bersiap untuk menshalatkan beliau yang bertepatan dengan shalat djuhur. Yap, yang pasti nya gue ada di shaf terdepan.

Ketika di dalam mobil, gue mendapatkan banyak sms dari teman – teman gue. Bro terima kasih sudah ngucapin ya, tapi, maaf. Ternyata air mata gue masih mampu tuk katakan lebih banyak daripada pesan yang kalian sampaikan.

Ketika jasad sudah sampai di kuburan, sekitar jarak 10 meter dari alkah ayah gue, terdapat makam ibu gue yang mungkin sudah menunggu sejak 4 bulan setelah meninggalnya beliau. Ayah, Ibu, jangan berantem lagi ya kalau udah ketemu!

Lubang nya sudah siap, disitu lah tempat ayah gue beristirahat terakhir. Tadinya gue yang mau adzan, tapi gue yang disuruh turun ke liang lahat buat membawa jasad beliau ke tempat terakhirnya. Ayah, terima kasih sudah membesarkan ku selama 16 tahun, maafkan semua kesalahanku yang pernah bohong, ngeyel, apapun, tolong di maafkan, I love you, ayah :’)

Gue sudah berada di liang lahat, menunggu adzan mengiringi pemakaman ayah gue, sekali lagi, terima kasih Ayah, Ayah adalah yang paling hebat sedunia!

Adzan mulai berkumandang.

Allahuakbar, allahuakbar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar